Rabu, 11 Oktober 2017

Gadis Desa dan Impiannya

Jam dinding menunjukan pukul satu dini hari pergantian tanggal dari tanggal 9 menjadi tanggal 10 yang mana pada hari ini usiaku bertambah.
Kuraih buku besar bercorak batik berwarna biru. Ku buka lembaran demi lembaran dan dengan saksama ku baca kalimat demi kalimat yang dulu pernah kutulis di buku ini.
Ya... ini buku impianku yang kutulis sejak 3 tahun yang lalu.

Kemudian khayalanku kembali menerawang ke masa lalu.
Aku hanyalah gadis desa dengan segudang impian. Dahulu aku sadar betul bagaimana kondisi keluargaku. Aku hanyalah anak petani yang penghasilannya tidak seberapa. Hanya cukup untuk kehidupan keluarga kami sehari-hari.
Saudara-saudaraku pada putus sekolah. Mereka lebih memilih merantau dan bekerja daripada lanjut sekolah karena kondisi ekonomi kami yang tidak memungkinkan untuk membiayai kami sekolah.

Aku anak ke 6 dari 7 bersaudara. Setelah melihat bagaimana kakakku putus sekolah karena alasan ekonomi akupun sempat dilarang untuk tidak melanjutkan sekolah ke jenjang SMA. Namun ku berusaha meyakinkan orang tua dan saudaraku bahwa aku akan berusaha untuk mendapat beasiswa sebagaimana waktu aku SMP.
Kemudian Alhamdulillah 3 tahun masa SMA beasiswa prestasi cukup untuk membayar SPP ku. Dan akupun sering bekerja mengambil upah menanam padi di sawah orang pada hari libur untuk tambahan beli buku dan ikut kegiatan-kegiatan sekolah.

Dimasa inilah aku berusaha mengembangkan potensiku. Ikut berbagai lomba dan Alhamdulillah selalu meraih prestasi, ikut organisasi sekolah dan Alhamdulillah dua tahun dipercaya sebagai ketua OSIS.
Dari pengalaman-pengalaman inilah sebagai bukti untuk ku tunjukan kepada keluargaku bahwa aku tetap ingin lanjut pendidikan ke jenjang lebih tinggi lagi dan inilah keseriusanku dalam menuntut ilmu.

Saat mau masuk kuliahpun orang tuaku menyerah untuk menanggung biaya kuliahku nanti. Akhirnya aku mengurung diri dikamar selama 1 minggu sebagai bentuk protesku kepada kedua orang tuaku.
"Jika semua saudaraku tidak ada yang lanjut sampai kuliah. Apa salahnya jika aku sendiri yang diusahakan untuk lanjut ?" . Protesku dalam diamku.

Karena kelembutan dan kasih sayang seorang ibulah akupun keluar kamar setelah satu minggu. Dan bunda memberikan solusi yaitu beliau akan membantu saya untuk bekerja lebih keras lagi mengambil upah nanam padi, mencabut rumput, atau pekerjaan lainnya yang bisa menghasilkan uang untuk daftar kuliah. Dan setelah masuk kuliah nanti aku harus mencari pekerjaan agar bisa membiayai kuliahku nanti.

Dengan semangat tawaran dari bunda ku iyakan. Dan serasa mendapat support dari 1000 orang meskipun itu cuma seorang yaitu bundaku.

Singkat cerita akupun kuliah sambil bekerja dan Alhamdulillah saat ini aku sudah lulus S1.
Di akhir masa kuliahku. Ku tulis mimpi-mimpiku di buku yang ku baca kali ini. Apa yang ingin ku gapai setelah lulus kuliah.
Dan dari mimpi-mimpiku itu ku lingkari mana yang sudah ku gapai.
Dan kemudian ku tulis ulang apa saja yang belum ku gapai dan apa yang ingin ku gapai berikutnya.
Itulah aku... gadis desa yang memiliki segudang impian.
Satu hal yang menjadi penyemangat dan penyubur keyakinanku dalam menggapai impian yaitu tertera dalam Al-Qur'an surat Ali-Imran : 26-27. Intinya tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah.
Siang saja bisa di rubah jadi malam, malam di rubah jadi siang. Yang hidup bisa dimatiman dan yang mati bisa di hidupkan. Yang hina bisa jadi mulia dan yang mulia bisa jadi hina dengan kekuasaan Allah. Apa lagi mimpiku yang kecil itu, begitu mudah bagi Allah untuk mewujudkannya.
Yang penting tetap meminta kepadaNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JUNDI MAJHUL

JUNDI MAJHUL By. satria hadi lubis  Ketika Sayyid Quthb ingin masuk menjadi anggota jama'ah Ikhwanul Muslimin, semua anggota Ik...