Jumat, 13 Oktober 2017

Tanjung Harapan

 Kubuka mata perlahan-lahan, setelah sekian lama  berbaring lemas karena penyakit yang kuderita.
Di hadapanku berdiri seorang lelaki tua renta yang dengan harap-harap cemas memandangku.
Kuarahkan pandanganku ke sudut ruangan, di sana berdiri ayahanda dan ibunda yang terlihat senyum lebar menatapku.

Orang tuaku mendekatiku
Bunda mencium keningku dengan meneteskan air mata sambil berucap " Alhamdulillah kamu bisa sembuh juga nak."

Ayahanda memperkenalkan lelaki tua itu, beliau bernama Daeng Ujung Pandang yang telah mengobatiku sehingga aku bisa sembuh seperti ini.

Keesokan harinya aku berjalan-jalan mengelilingi Istana Dalam Loka yaitu istana tempat aku dibesarkan yang mana ayahanda sebaga raja kerajaan Sumbawa yaitu Datu Samawa.

Tibalah aku didepan pintu kamar ayahanda dan tak sengaja aku mendengar percakapan beliau dengan seseorang yang ternyata itu Daeng Ujung Pandang.
" Saya memang telah berjanji dalam sayembara itu bahwa siapa yang mampu menyembuhkan sang putri, apabila dia perempuan maka akan saya jadikan saudara dan akan saya berikan sebagian harta yang saya miliki dan apabila dia laki-laki maka akan saya nikahkan dengan sang putri. Akan tetapi engkau sudah tua renta dan tidak mungkin saya tega menikahkan sang putri degan engkau. Silahkan ambil saja harta saya sebanyak yang engkau inginkan wahai Daeng. Sebagai ganti untuk tidak menikah dengan sang putri."

"Wahai Datu Samawa sungguh engkau telah menghina saya dengan menawarkan hartamu. Ketahuilah bahwa saya sama sekali tidak menginginkan hartamu dan sayapun tidak berkenan menikahi sang putri akan tetapi akan saya nikahkan dengan putra saya." Kata Daeng Ujung Pandang.

Aku pun bahagia mendengarnya karena aku tidak akan dinikahkan dengan lelaki tua itu melainkan dengan putranya.

Ayahanda Datu Samawa pun meminta maaf kepada Daeng Ujung Pandang dan dengan senang hati menyetujui jika yang akan menikah dengan ku adalah putranya Daeng Ujung Pandang.

Sang Daeng pun berbesar hati memaafkan ayahanda atas kesalah pahaman itu.

Kemudian Daeng Ujung Pandangpun pamit untuk pulang menjemput putranya ke Makasar.
Semenjak hari itu aku selalu menunggu kedatangannya di pelabuhan. Hari-haripun berlalu lelaki yang akan menikah denganku belum juga datang.
Bulan pun berganti namun aku tetap setia menanti di pelabuhan setiap harinya. Aku pun semakin cemas kemudian ku panjatkan doa agar Allah segera mengirimkannya untuk datang menemui ku. Tahun pun  berganti namun putra Daeng Ujung Pandang belum juga kunjung datang.
Aku pun tetap setia menanti , dan karena kesetiaanku menanti dan mengharapkan kedatangan putra Daeng di pelabuhan itu , kemudian ayahda memberi nama tempat itu Tanjung Harapan.

Suatu hari aku pun seperti biasa ingin ke Tanjung Harapan , namun tubuh ku terasa sangat lemas dan kuputuskan untuk istirahat sejenak.
 tok tok tok.  Terdengar pintu kamarku diketuk dengan segera kubuka pintu ternyata di depan kamar ada ayahanda
" Putriku , kini kau boleh tersenyum". kata ayahanda
"ada apa gerangan wahai ayahanda?" Tanyaku
Putra Daeng Ujung Pandang telah datang dan kapalnya sekarang sedang merapat di Tnajung Harapan ada seorang prajurit yang datang memberi kabar ".
akupun langsung bersujud syukur mendengar berita itu.

Rombongan Daeng Ujung Pandang pun tiba di Istana. Ayahanda menyambut kedatangan mereka kemudian akupun dipanggil oleh pelayan untuk segera ke ruang keluarga untuk menyambut kedatangan rombongan. Aku pun segera menuju ke ruang keluarga karena aku sudah bersiap-siap dari tadi dan berusaha tampil seindah mungkin.

Setelah berkumpul dan berbincang-bincang, Ayahanda pun bertanya " Mengapa baru hari ini engkau bisa datang ananda ? dan membiarkan kami menunggu dalam waktu yang begitu lama."
Putra Daeng Ujung Pandang pun menjawab pertanyaan ayahanda
" Kami mohon maaf sebesar-besarnya wahai Datu Samawa karena telah membiarkan Datu dan Sang Putri menunggu lama. Setelah mendapat kabar dari ayah bahwa saya akan dinikahkan dengan putri Datu dan ayah menceritakan bahwa putri Datu adalah seorang wanita shalihah, maka sayapun merasa belum pantas. Karena saya masih belum bisa mengaji, belum banyak faham Agama Islam dan belum menjadi lelaki yang sholeh. Namun dari itulah saya berusaha memperbaiki diri dengan semangat belajar membaca Al-Qur'an serta belajar Agama Islam dan sungguh saya harus melewati proses demi proses. Dari bisa membaca Al-Qur'an sampai bisa menghafalnya. Dalam tekad saya memperbaiki diri saya mendapat kabar bahwa sang putri masih setia menunggu saya. Setelah saya mampu menyelesaikan hafalan Al-Qur'an, barulah saya berani untuk datang menemui engkau wahai Datu. Karena saya ingin menjadi imam yang baik bagi Putri Datu."
Aku pun sungguh terharu mendengarnya. Keesokan harinya kami pun menikah dengan mahar hafalan 30 Juz Al-Qur'an. dan barulah aku mengetahui nama suamiku adalah Muhammad Arifin. Para tamu pun berdatangan mengucapkan selamat dan memanjatkan doa " Semoga pernikahan Putri Lala Mas Bulaeng dan tuan Muhammad Arifin mendapat keberkahan dari Allah."


1 komentar:

JUNDI MAJHUL

JUNDI MAJHUL By. satria hadi lubis  Ketika Sayyid Quthb ingin masuk menjadi anggota jama'ah Ikhwanul Muslimin, semua anggota Ik...