Ku mulai gelisah karena dari beberapa hari yang lalu setelah mendapat cerita dari teman bahwa hari sabtu ini dia ada pertemuan. Sementara saya tahu bahwa saya satu kelompok dengannya. Kegelisahanku semakin tak termendung lagi. Ku coba mencari nomor kontak salah satu sahabatku yang satu kelompok juga dengan diriku. Setelah beberapa menit basa basih akupun menanyakan apakah dia sudah di SMS tuk pertemuan dan kenapa saya belum.
Seketika itu aku tersentak mendengar pernyataannya. Bahwa beliau pembimbing kami tidak akan SMS kalau anggotanya tidak SMS duluan.
Dalam hati berkecamuk rasa sedih, kecewa, dan marah.
"Kok bisa aku di bilang belum SMS padahal aku sudah SMS satu bulan yang lalu ya meskipun cuma satu kali ku SMS tapi kan sudah namanya " dalam hati membenarkan diri.
Kemudian aku pun semakin bergumam dalam hati " ah... baru juga jadi seorang pembimbing belagu banget sih , bukannya bikin aku tertarik tuk ikut tapi bikin ku ilfill".
Aku pun terdiam sejenak.
Pikiran menerawang kemasa lalu dimana aku mulai mengenal makna hidup yang sesungguhnya.
Berawal dari kelemah lembutan kakak kakak senior kemudian kami semakin akrab dan perjuangan perjuangan kami lalui bersama. Membangun ikatan ukhuwah dengan tangis, dengan suka , bahkan berdarah darah karena luka hati ini dengan kekecewaan demi kekecewaan kami dapatkan atas perlakuan orang-orang diatas kami.
Dalam hati, sudah sekuat ini apakah aku masih terluka dan kecewa dengan hal sekecil ini ?
Bukankah sebelumnya aku telah menuai banyak kekecewaan ?
Tapi kekecewaan itu sirna karena niat di hati bergabung di sini bukan karena personalnya orang orang di kelompok ini. Tapi karena niat ingin berubah dan ingin bersatu mengemban dakwah ini sebagai ladang amal.
Betapa celakanya aku jika keluar dari kelompok ini bagaikan kambing yang keluar dari gerombolannya dan akan siap terkam serigala
Kemudian kuraih kembali HP ku dan mencari kontak pembimbingku.
Ku screenshoot SMS yang telah ku kirim ke beliau sebwlumnya dan menanyakan kenapa saya tidak di SMS padahal saya sudah SMS duluan. Berniat untuk tabayyun agar aku tidak semakin berpikir negatif terhadap beliau.
Beliaupun kemudian mengirim balasan.
Ternyata SMS yang saya kirim itu tidak beliau baca karena terkirim ke HP nya yg rusak layarnya.
Dan beliaupu. Sempat berpikir bahwa saya tidak mau pindah kelompok ke kelompok bimbingannya beliau dan beliau sempat berpikir akan mengembalikan saya ke kelompok saya sebelumnya.
Tanpa sadar air mataku mengalir deras. Membalas SMS beliau dengan deraian air mata karena sedih rasanya saya dikira tidak ingin si kelompoknya beliau padahal selama ini saya mengidolakan beliau.
Kami pun saling minta maaf karena kesalah pahaman ini. Beliau menenangkan saya dengan mengatakan bahwa ini adalah skenario dari Allah agar kita mau saling tabayyun.
Beliaupun menutup SMS nya dengan mengakatan
Aku mencintai mu karena Allah ukhti.
Semakin meleleh hati ini mendengar kata kata itu.
" aku pun mencintaimu mba' insya Allah karena Allah " dalam hati ku
Karena kau bagaikan matahari yang insya Allah menjadi penerang dalam perjalananku ke depannya.
Saya suka konflik ceritanya. Dapet banget!
BalasHapusJika harus mengoreksi, maka berikut catatan saya:
1.Lebih banyak lagi belajar PUEBI. Masih banyak penulisan ku--- yang seharusnya gabung dengan predikat yang menikutinya. Contoh: Ku coba. Seharusnya kucoba, dll.
2. Biasakan menggunakan satu kata untuk menyebut tokoh. Dalam cerita ini, saya menemukan Aku dan Saya. Gunakan salah satunya saja.
3. Paragrap pembuka kurang menggebrak. Biasakan menulis cerpen dengan menyajikan sebaik-baiknya paragrap pertama. Karena paragrap inilah kunci dari keberhasilan tulisan.
Jangan ragu untuk langsung menghajar "Jebret!" di pembuka cerita.
Over all, saya tetap suka baca tulisan ini. Tinggal dipoles sedikit, udah nampol.
Tetap menulis yuk. Setiap hari!
(Heru)
Folback my blog:
dloverheruwidayanto.blogspot.co,id
Trimakasih banyak mas... atas masukannya.
BalasHapusSemoga bisa lebih baik lagi. Mohon bimbingannya